Kekerasan Emosional yakni Kekerasan

Kekerasan Emosional yakni Kekerasan

Kekerasan Emosional yakni Kekerasan

Kekerasan Emosional yakni Kekerasan – Dikala kita mendengar kata ‘kekerasan’ sering kali kali yang muncul dalam benak kita yakni bentuk kekerasan jasmani yang bisa diamati melalui memar atau luka, sebuah perbuatan seseorang yang bisa melukai orang lain. Namun, apakah benar bahwa untuk melukai orang lain cuma bisa dilaksanakan melalui serangan berbentuk jasmani? Lalu bagaimana dengan ancaman atau hal lain yang bisa mengakibatkan seseorang merasa tak aman? Faktanya, kekerasan jasmani dan kekerasan emosi yakni dua hal yang serupa tetapi tak sama. Cuma saja, kekerasan emosi sudah lama diamati sebagai sesuatu yang tak tampak cuma karena tak meninggalkan jejak.

Topik kekerasan emosi dalam suatu relasi sudah diangkat pada seri terbatas Netflix, berjudul Maid. Bercerita tentang seorang ibu muda yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan emosi. Sang ibu lalu mesti berjuang menghidupi si kecilnya yang masih balita dengan membanting tulang membersihkan rumah-rumah mewah. Usahanya untuk lepas dari relasi toxic itu diabadikan dengan realistis melalui serangkaian episode yang cocok kalian tonton. Terdapat suatu dialog dalam tayangannya yang berjalan begini:

“Aku benar-benar benci mengambil tempat tidur dari seseorang yang benar-benar sudah mendapatkan kekerasan”

“Benar-benar mendapatkan kekerasan? Apa artinya?”

“Dipukuli, terluka”

“Dan seperti apa kekerasan palsu itu? Intimidasi? Ancaman? Kontrol?”

Dialog di atas yakni cerminan bagaimana masyarakat mengamati kekerasan emosi sebagai sesuatu yang ‘tak cukup merusak’ atau ‘tak menjadi prioritas’ dibandingi dengan kekerasan jasmani, walaupun pengaruh yang dimunculkan juga sama merugikannya. Kekerasan emosi dalam relasi sering kali tak bisa dikenali karena kurangnya kesadaran korban terhadap perbuatan toxic yang dilaksanakan oleh pasangannya. Padahal ada kalimat populer berbunyi “cinta itu buta”, ada baiknya kita tak menutup mata terhadap hal-hal apa saja yang termasuk dalam kekerasan emosi supaya terhindar dari pengaruhnya yang bisa menyerang kesehatan mental korbannya:

Tradisi Mengendalikan

Padahal berada di bawah kontrol kadang kali bisa mewujudkan rasa aman, tetapi apa yang akan terjadi seandainya kontrol yang diberi benar-benar mengontrol keinginan dan kebebasan kita sebagai individu? Tradisi mengontrol ini tak cuma terefleksi dalam suatu instruksi saja, tetapi nada-nada yang bersifat menuntut juga: “Bukannya saya udah bilang ke kau jangan pake baju kayak gitu?”. Tradisi mengontrol ini bisa menyebabkan korbannya merasa terjebak dan pergerakannya sangat dikendalikan, sehingga menyelimuti korban dengan rasa ketakutan terhadap pasangannya.

Baca juga: Cara Memperoleh Beasiswa Kuliah Tidak Untuk Pelajar Dan Mahasiswa

Tradisi Menyalahkan

Manusia memang tempatnya salah, benar. Namun, seandainya hal ini menjadi suatu ‘adat istiadat’ maka disitulah kau mesti menggambar garis batas dalam hubunganmu. Tradisi menyalahkan pasangan bisa menjadi suatu hal yang sangat fatal karena bisa menyebabkan korbannya merasa tak berharga dan senantiasa diremehkan. Pun, karena terlalu sering kali disalahkan, korban bisa membentuk sebuah sugesti bahwa ia memang cocok disalahkan atas hal-hal yang hakekatnya bukan salahnya. Hal ini tentu mengikis rasa percaya diri korban dan bisa berbuntut ke situasi sulit kesehatan mental lain.

Penghinaan

Penghinaan, secara sadar atau tak sadar akan menurunkan harga diri seseorang hingga pada titik di mana korban terluka maka. Dalam suatu relasi, sering kali kali ada panggilan kesayangan yang bertujuan untuk menunjukkan afeksi terhadap pasangan. Namun, dalam beberapa kasus, panggilan-panggilan khusus dalam suatu relasi ini bisa melalui batas.

Contohnya yakni panggilan yang bersifat merendahkan seperti bodoh, bego, idiot, dan lain-lain. Penghinaan juga bisa dicerminkan dalam lelucon atau sarkasme yang bisa menyakiti perasaan korban, secara terang-terangan menyebut nama panggilan tak senonoh di depan publik, mengkritik di depan publik, serta penerapan kata-kata kasar. Sehingga, seandainya kau merasa panggilan yang diberi pasanganmu tak menunjukkan afeksi tetapi membikin perasaanmu terluka, pertanyakan lagi tentang kesehatan hubunganmu, ya!

Kekerasan emosi belum menjadi hal yang familiar di kalangan masyarakat karena berbeda dengan kekerasan jasmani, susah untuk mendapatkan bukti perlakuan kekerasan emosi dalam diri korban, sehingga tak ada payung tata tertib yang melindunginya. Padahal, kekerasan emosi sangat bersifat destruktif bagi kehidupan korbannya, kekerasan emosi bisa menyerang kesehatan mental, pun kejiwaan seseorang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *