Sejarah Hari Pendidikan

Sejarah Hari Pendidikan

Hari Pendidikan Nasional tiap tahunnya diperingati setiap tanggal 2 Mei. Namun Hari Pendidikan Nasional tahun ini bertepatan dengan dengan libur Idul Fitri 2022 dan juga cuti bersama. Sehingga upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional akan dilakukan pada Jumat, 13 Mei 2022, besok.

Peringatan Hari Pendidikan Nasional bertujuan untuk memperingati kelahiran tokoh pelopor pendidikan di Indonesia Ki Hadjar Dewantara. Ya, Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei ini bertepatan dengan hari lahir Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara.

Ki Hadjar Dewantara lahir di Pakualaman pada tanggal 2 Mei 1889, dan meninggal di Jogjakarta, 26 April 1959 pada usia 69 tahun. Itu mengapa tanggal kelahiran beliau diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia.

Seperti yang masyarakat Tanah Air ketahui, beliau adalah seorang pahlawan nasional yang berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu. Kebijakan yang ditentang adalah kebijakan tentang pendidikan yang hanya bisa dirasakan oleh anak-anak kelahiran Belanda atau anak-anak dari golongan berada saja.

Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah saat itu membuat dirinya diasingkan ke Belanda. Setelah kembali ke Indonesia, Ki Hadjar Dewantara kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang dikenal dengan nama Taman Siswa. Selain mendirikan Taman Siswa, masih banyak kontribusi Ki Hajar Dewantara dalam ranah pendidikan di Indonesia.

Ki Hadjar Dewantara juga merupakan seorang aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia di zaman penjajahan Belanda.

Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Sejarah Hari Pendidikan

Ki Hadjar Dewantara menamatkan pendidikan dasar di ELS (Europeesche Lagere School) atau sekolah dasar pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia. Selanjutnya ia juga sempat melanjutkan pendidikan ke STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen), yaitu sekolah pendidikan dokter di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda, namun tidak sampai lulus lantaran sakit.

Ki Hadjar Dewantara juga pernah bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik di Indonesia, yaitu Boedi Oetomo dan Insulinde. Tulisan Ki Hadjar Dewantara yang paling terkenal saat itu yaitu, “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” atau “Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga.” Baca Juga : PERATURAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Ada pula kolom Ki Hadjar Dewantara yang paling terkenal dengan judul “Als ik een Nederlander was” diterjemahkan menjadi, “Seandainya Aku Seorang Belanda.”

Tulisan tersebut dimuat dalam surat kabar De Expres pada 13 Juli 1913, surat kabar tersebut berada di bawah pimpinan Ernest Douwes Dekker. Namun lantaran tulisannya tersebut, ia ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka.

Tapi kedua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, melakukan protes atas pengasingan tersebut. Akhirnya mereka bertiga pun diasingkan ke Belanda, dan ketiga tokoh ini kemudian dikenal dengan sebutan “Tiga Serangkai.”