3 Stereotip Anak Hukum, Salah Satu Jurusan Favorit SBMPTN

3 Stereotip Anak Hukum, Salah Satu Jurusan Favorit SBMPTN

3 Stereotip Anak Hukum, Salah Satu Jurusan Favorit SBMPTN

3 Stereotip Anak Hukum, Salah Satu Jurusan Favorit SBMPTN – Menjadi mahasiswa dari sebuah program studi, tak jarang membuat orang di sekitar memiliki anggapan tertentu terhadap diri kita, atau dikenal juga dengan istilah stereotip. Entah karena melihat ilmu yang dipelajari atau hal lainnya, anggapan dari orang-orang tersebut terkadang bisa menjadi sesuatu yang menguntungkan, atau bahkan merugikan.

Hal yang sama juga dialami oleh mereka yang berkuliah di jurusan Hukum. Salah satu jurusan yang menjadi favorit bagi pendaftar SBMPTN ini, memiliki profil lulusan yang, secara awam, diketahui akan menjadi pengacara. Hal itu membuat tak sedikit orang yang beranggapan bahwa setiap mahasiswa Hukum memiliki karakter yang ‘keras’ dan vokal.

Selain itu, stereotip apa lagi yang kerap ditujukan kepada mahasiswa jurusan Hukum? berikut ini, gadunslot88  merangkum tiga stereotip lain yang kerap ‘menyerang’ mahasiswa jurusan Hukum.

1. Jago debat

Seperti yang disebutkan sebelumnya, profesi lulusannya yang erat dengan berbagai macam prosedur hukum dan hak-hak orang lain, membuat frase ‘pasti jago debat’ menjadi sebuah anggapan yang cukup umum untuk dikatakan kepada para mahasiswanya.

Bagi Indira (21), alumni jurusan Hukum salah satu PTN di Jabodetabek, hal tersebut mungkin ada benarnya, namun bukan tanpa alasan. Menurutnya, hal tersebut memang telah dilatih selama masa kuliah, untuk mempersiapkan mental para mahasiswanya saat memasuki dunia kerja.

“Soalnya itu dibutuhkan untuk kami yang nanti bakal kerja di lingkungan orang-orang yang jago berargumen. Tapi bukan sekadar debat, tapi punya dasar yang pasti juga,” tuturnya.

2. Orang kaya

Lingkaran pergaulan dan biaya kuliah yang sering dianggap mahal, mungkin menjadi titik bagi stereotip mahasiswa hukum sebagai ‘orang kaya’. Namun, benarkah demikian?

Menurut Indira, anggapan tersebut belum tentu tepat. Sebab, berdasarkan pengalamannya, tak sedikit dari mahasiswa di kampusnya yang justru berkuliah dari uang beasiswa.

“Di tempat aku malah ada sistem subsidi silang. Jadi siapapun bisa berkesempatan untuk kuliah di jurusan Hukum,” lanjutnya.

Baca juga: Informasi Terbaru Tentang Seleksi Masuk PTN 2023

3. Berwawasan luas dan hafal undang-undang

Masih berlanjut dari stereotip yang pertama, hal lain yang muncul sebagai imbasnya adalah adanya aggapan bahwa anak Hukum pasti memiliki wawasan yang luas. Apalagi karena urusan sehari-harinya berkaitan undang-undang, tak jarang semua mahasiswa Hukum dianggap hafal hal tersebut di luar kepala.

“Padahal kenyataannya, enggak semua anak hukum kritis dan berwawasan luas. Enggak semua anak Hukum juga tahu/hafal undang-undang,” kata Gloria, alumni jurusan Hukum dari salah satu Universitas swasta di Bandung.

Bagi kamu yang kemarin daftar SBMPTN ke jurusan Hukum, sudah siap untuk ‘meluruskan’ stereotip tersebut? Tulis komentarmu di bawah, ya!

Tiga Jenis Seleksi Masuk PTN 2023 yang Menggantikan TKA SBMPTN

Tiga Jenis Seleksi Masuk PTN 2023 yang Menggantikan TKA SBMPTN

Tiga Jenis Seleksi Masuk PTN 2023 yang Menggantikan TKA SBMPTN

Gadunslot88 – Bongkar-pasang taktik pengajaran kita s/d sekarang ini memperlihatkan jika dunia pengajaran kita belumlah jelas arahnya.

Ini menyebabkan otak-atik kurikulum jadi berlanjut. Rupanya formulasi yang pas untuk ide pengajaran yang betul-betul membuat SDM (Sumber Daya Manusia) unggul masih menjumpai masalah-kendala.

Kacau balau dunia pengajaran kita itu berpengaruh pada kapabilitas alumnus yang kurang memberikan kepuasan.

Permasalahan tidak saja diketemukan pada pengajaran dasar dan menengah tapi juga berpengaruh pada pengajaran tinggi kita, terhitung didalamnya masalah test masuk PTN.

Karenanya Pemerintahan lewat Kemendikbudristek (Kementerian pengajaran, kebudayaaan, penelitian, dan tehnologi) ambil peraturan hapus Test Kapabilitas Akademis (TKA) masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Sebagai tukarnya test masuk PTN akan mencakup tiga penyeleksian, yakni pertama didasari pada tanda penilaian pelajar dengan persyaratan minimum 50% rerata nilai rapor semua mata pelajaran; optimal 50% penggali ketertarikan dan talenta; nilai rapor optimal dua mata pelajaran memberikan dukungan program studi; dan atau prestasi atau portofolio untuk program study seni dan olah raga.

Baca juga : Sekolah Berkecerdasan Majemuk

Persyaratan ke-2 ialah penyeleksian nasional berdasar test berbentuk test skolastik (tanpa test mata pelajaran). Test ini mempunyai tujuan untuk menghitung kekuatan kognitif, penalaran matematika, literatur dengan bahasa Indonesia, dan literatur dengan bahasa Inggris.

Ke-3 , penyeleksian berdikari oleh PTN yang realisasinya dilaksanakan sendiri oleh PTN berkaitan tapi harus tetap memerhatikan ketentuan pemerintahan dan dipantau langsung oleh warga dan peserta penyeleksian.

Ke-3 tipe penyeleksian di atas lebih mengutamakan pada test kekuatan penalaran dan perpecahan permasalahan. Test skolastik sendiri mempunyai ketidaksamaan dibanding dengan test mata pelajaran. Bila test mata pelajaran fokus pada hafalan masing-masing mata pelajaran, karena itu test skolastik akan konsentrasi pada kekuatan dasar seorang calon mahasiswa.

Lalu, apa test mata pelajaran untuk UTBK SBMPTN tidak berkaitan?

Pertanyaan ini benar-benar menarik. Dihapusnya test mata pelajaran ditujukan supaya membuat pemerataan dan kesetaraan untuk semuanya calon mahasiswa.

Adapun argumen kenapa pemerintahan hapus test mata pelajaran lewat SBMPTN ialah karena materi yang ditestingkan kebanyakan dan cuma konsentrasi pada mata pelajaran tertentu hingga membuat calon mahasiswa cuma konsentrasi pada mata pelajaran tertentu dan mata pelajaran lain dipandang tidak penting.

Test mata pelajaran ini juga di satu segi benar-benar memberikan keuntungan pelajar-siswa yang mempunyai kekuatan karena ikuti bimbel (tuntunan belajar) tambahan. Mereka ini akan memperoleh keuntungan semakin besar karena penyiapan yang lebih terukur.

Dan pelajar-siswa yang karena kebatasan keuangan orang tidak ikuti bimbel tambahan akan alami kemandekan.

Selainnya argumen di atas, beberapa orangtua kerap ketekan secara keuangan karena harus mengambil gocek lebih buat cari bimbel tambahan untuk anak mereka yang hendak ikuti SBMPTN.

Beberapa guru juga tidak harus fokus pada pelajaran-pelajaran yang hendak dites. Guru lebih konsentrasi ke evaluasi yang memiliki makna, holistik, dan fokus pada penalaran dan bukan hafalan.

Guru juga tak lagi pusing untuk menyiapkan anak yang ikuti UTBK SBMPTN karena semua evaluasi sudah sama sesuai kurikulum dan itu cukup untuk beberapa calon mahasiswa dalam mengimuti test masuk PTN.

Kemendikbud mengganti test masuk PTN ini lewat Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2022.

Keuntungannya untuk beberapa calon mahasiswa ialah mereka tidak perlu resah dan patah arang saat menentukan PTN yang berkualitas. Kompetisinya makin terbuka dan tiap calon mahasiswa memiliki peluang yang serupa untuk masuk ke PTN kesukaannya.

Test ini (skolastik) dipandang terbaik untuk lakukan proses penyeleksian masuk PTN. Dengan begitu universitas bisa merealisasikan calon mahasiswa yang sanggup berpikiran krisis dan pecahkan permasalahan. Bukan sekedar mengingat beberapa bahan mata pelajaran yang hendak dites.

Semua yang sudah dilakukan ini hanya mempunyai tujuan membuat pemerataan kualitas pengajaran kita. Kita harus memburu kualitas dan kualitas pengajaran kita.

Karena membuat sumber daya manusia unggul bukan sesimpel membalikan telapak tangan. Perlu usaha dan uoaya yang optimal untuk memperoleh hasil yang optimal juga.

Mudah-mudahan dengan hapus TKA dan menggantinya dengan test skolastik bisa menghasilkan hasil positif untuk perkembangan dunia pengajaran kita yang akan datang.