Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter – Pendidikan merupakan salah satu faktor untuk mempunyai suatu pergantian dalam membangun peradaban, seperti yang dikatakan oleh Nelson Mandala bahwa pendidikan termasuk menjadi senjata paling ampuh untuk membangun perubahan. Namun, esensi dari pendidikan sendiri adalah pembentukan karakteristik peserta didik, berarti pendidikan mengakibatkan peserta didik memiliki jiwa yang baik supaya berperilaku bersama baik, tindakan maupun ucapan. Dalam pembentukan karakteristik semua tidak terlepas dari sosok seorang figur publik yang memiliki peran penting terutama dalam dunia pendidikan.

Seorang figur publik terlalu berpengaruh ketika mengimbuhkan pernyataan, gara-gara dapat mengimbuhkan stimulan kepada peserta didik dan mempengaruhi pola berpikir supaya dapat di implementasikan dalam perbuatan dan tindakan. Menurut T. Ramli 2003 pendidikan karakter memiliki esensi dan arti yang serupa bersama pendidikan moral dan pendidikan akhlak.

Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuannya adalah membentuk teristimewa peserta didik supaya menjadi warga penduduk dan warga negara yang baik. Sehingga wajib memberi perumpamaan hal-hal baik supaya menjadi teladan yang baik pula.

Adapun perumpamaan persoalan yang tidak mencerminkan pendidikan karakter udah banyak terjadi di dalam dunia pendidikan Indonesia, turunnya akhlak, moralitas dan kejujuran menjadi faktor utama. Contoh dalam kehidupan sehari hari turunnya nilai pendidikan karakter dapat kita menyaksikan yang terjadi selagi ini yang dikerjakan oleh manteri pendidikan selagi mengemukakan pidatonya.

Dalam urutan agenda United Nations Transforming Education Summit di PBB Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) mengemukakan bahwa dalam kementerian memiliki 400 orang sebagai tim yang mendesain Pendidikan, lebih-lebih 400 tim bayangan ini bukanlah vendor. Hal ini terlalu tidak sama Ketika mengemukakan dalam forum rapat kerja bersama DPR komisi X, Nadiem Makarim menjelaskan bahwa tim banyagan ini merupakan vendor kementerian. Hal berikut menjadi soroton publik atau kontroversi dikalangan elite DPR, pro dan kontra pun terjadi lantaran menteri pendidikan Nadiem Makarim mengemukakan argumentasi yang tidak sama perihal 400 tim bayangan yang dimiliki oleh kementerian. Sebagai menteri pendidikan pasti hal berikut tidak cukup pas disampaikan dalam forum PBB tetapi di internal tetap terjadi polemik yang belum diketahui oleh penduduk secara umum.

Baca juga: Sistem Daftar Dan Syarat Beasiswa Unggulan 2022

Seharunya menteri pendidikan wajib menjadi perumpamaan bagi warga negara, perlihatkan kepribadian yang baik tidak inkonsisten dalam ucapan maupun perbuatan seperti yang terjadi pada selagi itu. Masyarakat dapat berpikir bahwa hal kecil dalam koordinasi tidak dapat dikerjakan oleh menteri pendidikan lebih-lebih dalam mengusahakan pendidikan di Indoensia yang tetap jauh dari kata sempurna atau tertinggal.

Dari polemik berikut dapat dicermati lagi bahwa tindakan yang dikerjakan terlalu tidak mencerminkan nailai-nilai dari pendidikan karakter. Apalagi ini dikerjakan oleh menteri pendidikan yang notabennya patut untuk menjadi panutan dalam dunia Pendidikan serta mengemban cita-cita bangsa dalam mempunyai pendidikan Indonesia jauh lebih baik dan harapannya memiliki sistem yang tidak kalah bersama negara lain, Finlandia misalnya.

Kebiasaan Menyontek Siswa di Sekolah

Kebiasaan Menyontek Siswa di Sekolah

Kebiasaan Menyontek Siswa di Sekolah

Kebiasaan Menyontek Siswa di Sekolah – Metode belajar setiap siswa berbeda-beda, ada yang lebih nyaman belajar dengan sistem mendengarkan atau mengikuti pembelajaran secara langsung dan ada juga yang lebih menyenangi belajar mandiri seperti mencari informasi dibeberapa web atau lain sebagainya. Ketika ini kecurangan pada dikala ulangan banyak dikerjakan siswa seperti meminta jawaban terhadap teman sebangku atau pun menulis materi di kertas yang kemudian dibuka dikala pengawas tidak memandang, kecurangan dikala ulangan umumnya disebabkan oleh adanya rasa malas belajar pada diri siswa yang membikin siswa lebih bergantung pada teman yang belajar atau lebih memilih mengisi secara asal.

Gaya belajar terbagi sebagian komponen yakni yang pertama gaya belajar visual, kedua gaya belajar dengan sistem mendengarkan langsung penjelasan dari pendidik, ketiga gaya belajar dengan sistem gerakan, keempat gaya belajar dengan sistem menulis dan membaca. Metode belajar siswa seringkali dikaitkan dengan sistem siswa memandang, mendengarkan, memandang, menyimak, melakukan, dan mengikuti gerak tubuh selama pengajaran menerangkan materi, belajar tentunya berimbas terhadap peningkatan pengetahuan siswa. Apabila indera siswa terlatih secara baik dan benar maka akan mempercepat daya tangkapan terhadap siswa serta meningkatkan ingatan bentang panjang yang bisa mensupport prestasi belajar siswa lebih baik lagi.

Baca juga: UGM Konfirmasi Mahasiswanya Lakukan Kekerasan Seksual, Korban Lebih Dari Satu

Memahami sistem belajar setiap siswa juga bisa membentuk sebuah pandangan seorang pendidik seputar bagaimana seorang siswa yang masih berani menyontek pun dikala pengawasan masih berada di dalam ruangan, tentunya bukan hanya seputar kecurangan siswa namun juga bagaimana usaha siswa itu sendiri dalam menghadapi ulangan.

Terkadang siswa yang melakukan kecurangan atau menyontek dikala ulangan cenderung disebabkan oleh rasa takut siswa jika menerima skor rendah atau pun siswa yang kesusahan dalam memahami pembelajaran sehingga tidak sanggup menyesuaikan soal ulangan, tidak jarang juga siswa yang menyontek disebabkan oleh siswa yang malas dalam belajar. Karenanya untuk itu penting kiranya bagi pendidik untuk memahami gaya belajar siswa guna untuk memberikan pemahaman yang mudah dipahami siswa agar bisa membantu kesusahan belajar siswa, siswa menyontek bukan hanya karena hambatan dalam belajar namun juga sistem siswa dalam menghadapi hal itu juga bisa menghalangi belajar.

Belajar akan terasa menyenangkan dan terasa aman jika keadaan lahiriah ataupun lingkungan juga mensupport, hal ini juga terkait dengan gaya belajar setiap siswa. Setiap siswa dengan gaya belajar yang berbeda setiap siswanya memiliki kenyamanan yang berbeda dalam keadaan belajar. Sebab setiap gaya belajar memiliki ciri khasnya masing-masing. Kecenderungan gaya belajar siswa yang menyontek dikala ulangan dipilih siswa guna menerima informasi dari lingkungan dan kemudian memproses informasi hal yang demikian, setiap si kecil sudah memiliki gaya belajarnya sendiri namun masih ada saja si kecil yang tidak percaya diri dengan hasil dari belajarnya sendiri sehingga memilih untuk menyontek.

Metode menuntaskan siswa menyontek, menyontek yakni perbuatan aib sebagai pendidik menerangkan dengan tegas akan pengaruh buruk dari menyontek, seperti memberikan hukuman terhadap si kecil didik dan memakai bahwa kejujuran amat penting dipakai dalam kehidupan bermasyarakat.

Pendidikan Karakter Generasi Z di Era Digital

Pendidikan Karakter Generasi Z di Era Digital

Pendidikan Karakter Generasi Z di Era Digital

Pemanfaatan teknologi yang baik di era digital menjadi kunci utama dalam nilai karakter peserta ajar. Hal hal yang demikian bisa berimbas buruk seandainya ilmu pengetahuan kurang dan disertai dengan karakter karena menyimpang dalam pemakaian teknologi dan internet. Jangan hingga teknologi yang membawa manfaat positif berbalik menjadi negatif akibat pemanfaatan yang tidak bijak.

Generasi Z yang sudah akrab dengan teknologi dan diukur mempunyai hubungan dekat dengan dunia maya dan semua kegiatan hampir dijalankan di dunia maya. Semenjak kecil, generasi Z mengetahui teknologi pun akrab dengan hp yang canggih, hal tersebutlah yang secara tidak seketika memberi pengaruh kepribadian gen Z. Menyadari hal hal yang demikian, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyelenggarakan webinar dengan tema Pendidikan Karakter Bagi Gen Z di Era Digital, Jumat (9/9).

Baca juga Penjelasan Dana KJP Plus

Dengan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya. Aktivitas ini diinginkan bisa memberikan pemahaman beretika dalam dunia maya. Mereka yang hadir dalam kegiatan hal yang demikian Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Barru Andi Adnan Azis, Founder Resensi Institute Hartono Tasir Irwanto, dan Rosnaini Daga, yang Direktur Pasca Sarjana Institut Bisnis & Keuangan Nitro.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Barru Andi Adnan Azis, mengatakan akhlak digital ialah serangkaian, undang-undang dan prosedur yang dihasilkan untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh pengguna teknologi digital.

Dia menambahkan, akhlak dan etika sosial dalam pemakaian media digital diantaranya berpikir sebelum komentar, menghormati waktu dan bandwith orang lain serta menerapkan bahasa yang baik sopan serta santun. “Norma digital dihasilkan dengan tujuan, untuk menjaga perasaan dan kenyamanan pengguna (user),” paparnya. Menurut data Kemendagri Adnan Azis menceritakan jumlah penduduk generasi Z yang berusia 10-24 tahun sebanyak 68.662.815 jiwa hingga 31 Desember 2021. “Mereka inilah semestinya dikasih pemahaman, seperti apa bermedia digital yang baik dan benar, dengan memperhatikan akhlak dan etika dalam dunia digital,” ujarnya. (mrk/jpnn)